Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih atas waktunya untuk membaca pertanyaan saya ini sebagai berikut. Saya mempunyai anak laki-laki yang berumur 8 tahun. Dulu karena ada sesuatu yang tidak memungkinkan saya untuk merawat anak saya, dari bayi umur 1 minggu anak saya diurus oleh mama dan bapak tiri sampai sekarang dengan semua biaya mereka yang menjamin (menanggung red). Namun, rumah tangga mama saya berantakan, melihat anak saya yang masih kecil mengetahui masalah retaknya rumah tangga mereka yang saya pikir anak seumur itu tidak pantas tahu keburukan orang tua yang mengasuhnya.Pada saat ini, sekolahnya jadi terlantar dan harus mengulang-ulang, belum lagi hal lain yang saya lihat tidak pantas diketahui anak seumurnya.
Oleh karena itu, saya ingin mengasuh dan mendidiknya, tetapi saya susah untuk mengambil anak saya kembali karena bapak tiri saya yang merasa dirugikan, akhirnya sering terjadi pertengkaran di antara saya dan mantan bapak tiri saya.
Yang saya mau tanyakan sebagai berikut.
1. Apakah saya mempunyai hak untuk mengambil dan mengasuh anak saya?
Untuk sementara ini, saya tidak mempunyai akta kelahirannya, tetapi saya punya surat keterangan lahir dari bidan tempat melahirkan.
2. Bagaimana mengurus akta kelahiran anak di luar nikah?
Sebab setahu saya, anak di luar nikah aktanya hanya nama ibu kandungnya yang tertera di surat aktanya.
3. Apakah bapak biologis anak di luar nikah bisa mengambil hak asuh anak dari ibu kandungnya?
Saya ucapkan terima kasih, semoga jawaban bapak/ibu dapat membantu masalah saya.
Linda Haryanti
JAWABAN
Terima kasih atas pertanyaan Mbak Linda yang sangat bagus.
1. Meski pernah “menitipkan” anak kandung sendiri kepada mama dan bapak tiri pada saat anak tersebut masih kecil (berusia 1 minggu), Mbak Linda masih punya hak untuk mengasuhnya kembali. Sebab, anak tersebut merupakan anak kandung Mbak Linda, apalagi keputusan Mbak Linda untuk mengasuhnya kembali sangat bagus, yaitu agar perkembangan anak tersebut tidak terganggu dengan kondisi rumah tangga mama dan bapak tiri yang kurang kondusif.
2. Untuk mengurus akta kelahiran bisa dilakukan di kantor catatan sipil. Dalam akta lahir yang tidak disertai surat nikah resmi, yang tercantum hanya nama ibunya. Dengan kata lain, kalau ingin akta tersebut tercantum nama bapak-ibunya, maka surat nikah menjadi kewajiban utama yang harus ditunjukkan. Kalau Mbak ingin mengurus akta lahir anak di luar nikah, bisa ditunjukkan surat keterangan lahir dari bidan. Nanti yang tercantum di akta hanya nama ibunya saja.
3. Anak yang dilahirkan di luar pernikahan (resmi) memang tidak mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya, tetapi hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Oleh karena itu, jika hubungan pernikahan yang tidak resmi (dalam hal ini misalnya kawin siri atau kawin kontrak) kemudian bubar atau dalam kasus anak yang dilahirkan tanpa ada kejelasan siapa bapaknya, maka hak asuh anak kembali kepada ibu dan keluarga ibunya. Bapak kandungnya tidak punya hak asuh karena tidak adanya surat nikah resmi yang menyatakan hubungan Mbak Linda dengan bapak kandungnya itu (yang diikat secara hukum). Dasar hukum ini adalah UU Perkawinan pasal 43 dan Kompilasi Hukum Islam pasal 100. Jadi, Mbak Linda tidak perlu khawatir karena kekuatan hukum berada di tangan mbak.
Saran saya agar Mbak Linda menyelesaikan masalah itu secara baik-baik dengan bapak tiri mbak. Berikan penjelasan secara baik dan jelas bahwa mbak merasa ingin kembali mengasuhnya. Apakah ketika menitipkan anak mbak ke mereka ada perjanjian hitam di atas putih yang telah dibuat? Kalau tidak ada, saya kira masih ada harapan buat mbak untuk dapat menyelesaikan masalah itu dengan baik.
Happy Susanto
(Penulis Buku Pembagian Harta Gono-gini saat Terjadi Perceraian dan Nikah Siri Apa Untungnya?)
.
Hak Pengasuhan Anak Setelah Perceraian
Bung Kum-kum, saya ingin bertanya:
Apakah seorang ibu bisa kehilangan hak asuh atas anaknya yang belum berusia 12 tahun,yang telah diputuskan di
pengadilan pada saat perceraian? Kalau bisa, apa saja faktor-faktor penyebabnya? Dan mungkinkah hak asuh anak
berpindah ke orangtua dari pasangan yang telah bercerai apabila keduanya dianggap tidak layak mengasuh sang
anak?
Terima kasih,Tasha
Jawaban:
Seorang ibu dapat saja kehilangan hak asuh atas anaknya yang belum berusia 12 tahun pada putusan perceraian.
Hukum Nasional Indonesia, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, tidak mengatur khusus mengenai faktor-faktor seorang ibu dapat kehilangan hak asuhnya, demikian pula tidak diatur siapa yang berhak mendapatkan hak asuh atas anak yang belum berusia 12 tahun.
Jika mengacu pada ketentuan Hukum Islam di mana tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengenai hukum perkawinan, berdasarkan pasal 105 huruf a, dalam hal terjadi perceraian, pemeliharaan anak yang belum berusia 12 tahun adalah hak Ibu-nya. Namun, berdasarkan pasal 156 huruf c, seorang Ibu dapat kehilangan hak asuh atas anak apabila tidak dapat memberikan jaminan keselamatan jasmani dan rohani anak meskipun biaya pengasuhan telah diberikan (semua biaya pemeliharaan dan nafkah anak dibebankan pada Bapak si Anak menurut kemampuannya).
Hak asuh atas anak dapat saja berpindah dari pemegang hak asuh yang semula ditetapkan oleh Pengadilan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Hak asuh atas anak pada dasarnya hanya diberikan kepada Bapak atau Ibu dari si Anak. Oleh karena itu, permohonan hak asuh atas anak hanya dapat diajukan oleh salah satu dari orang tua si anak, baik Bapak atau Ibu. Pemberian hak asuh kepada salah satu dari orang tua si Anak tidak meniadakan kewajiban dari orang tua lain si Anak yang tidak mendapat hak asuh. Dalam hal terjadinya perceraian kekuasaan orang tua terhadap anak terus berlangsung, sehingga tidak menimbulkan perwalian terhadap anak. Perwalian baru akan muncul apabila kekuasaan orang tua atas anak sudah tidak ada, karena meninggalnya orang tua si Anak atau karena kekuasaan orang tua tersebut dicabut berdasarkan keputusan pengadilan. Kakek dan/atau nenek dari si Anak hanya dapat berperan dalam hal Perwalian, bukan dalam hak asuh atas anak dimana kekuasaan orang tua masih berperan.
Kekuasaan salah satu atau kedua orang tua dapat dicabut apabila salah satu atau keduanya telah melalaikan kewajibannya terhadap anaknya dan/atau berkelakuan sangat buruk. Permohonan pencabutan kekuasaan orang tua tersebut dapat dilakukan oleh salah satu dari orang tua terhadap orang tua lain (Ibu kepada Bapak si Anak atau Bapak terhadap Ibu si Anak), kakek/nenek dari si anak, atau kakak dari si Anak yang sudah dewasa.
Dalam KHI Pasal 156 huruf a, diatur mengenai penggantian kedudukan Ibu yang memegang hak pemeliharaan atas anak. Hal ini dilakukan apabila Ibu dari si Anak meninggal dunia. Ia dapat digantikan oleh:
1. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari Ibu, misal nenek dari pihak Ibu si Anak;
2. ayah si Anak;
3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari Ayah;
4. saudara perempuan dari Anak tersebut;
5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari Ibu, misal Bibi dari Pihak Ibu si Anak;
6. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari Ayah.
Demikian semoga dapat membantu.
Dapatkan KUMPULAN SOAL-SOAL CPNS Terbaru, Klik Di Sini!